Minggu, 21 Februari 2016

Senjakala Media Cetak di Tengah Gempuran Media Digital

ASRALINFO -- Benarkah Teknologi membunuh media cetak? Pertanyaan menarik untuk diangkat ke permukaan mengingat banyaknya bertumbangan surat kabar dan majalah terkemuka di dalam dan luar negeri.

Sinar Harapan, Jakarta Globe hingga tabloid Bola adalah contoh surat kabar di Indonesia yang harus mundur atau berubah format menjadi media online dan tidak lagi mengeluarkan edisi cetaknya.

Diluar negeri seperti di Amerika Serikat, salah satu surat kabar besar The Seattle Post-Intelligencer di Seatlle memutuskan untuk merubah format menjadi media online..

Kekhawatiran akan masa depan media cetak dengan kemajuan teknologi dengan gempuran media digitalnya menjadikan banyak orang muali mempertanyakan nasib masa depan media cetak.

Informasi yang supercepat menjadikan media berlumba-lomba memberitakan paling awal suatu peristiwa. Sayangnya, beberapa media justru tergopoh-gopoh dalam memberitakan suatu kejadian, sehingga terkesan asal-asalan dalam memberitakan suatu kejadian. Meminjam istilah yang dikemukakan Bre Renada yang menulis tentang kekhawatirannya tentang masa depan media cetak di edisi Kompas tanggal 28 Desember 2015 lalu 'Yang pertama belum tentu yang terbaik'.

Menurut Bre Renada, meski internet menyediakan data tapi tetap saja tidak bisa menggantikan proses pertemuan dan wawancara dengan narasumber. Mereka khusuk dengan gatget, sedangkan wartawan surat kabar justru tidak mendelegasikan otak mereka pada alat rekam.

Kembali ke pertanyaan benarkah kemajuan teknologi dunia gigital justru mematikan media cetak tersebut? Pasalnya dibalik tudingan senjakala media cetak, di Makassar dalam sepuluh tahun belakangan justru bermunculan satu persatu.

Seharusnya dibalik maraknya media online atau media digital dijadikan sebagai mediamorphosis atau metamorfosis media. Media cetak harus berusaha memadukan jurnalisma media cetak dan jurnalisme media digital.

Media cetak harus memadukan kedua hal ini sebagai dua buah yang tak terpisahkan. Karena, bagaimanapun keduanya sebagai anak kandung yang lahir dari rahim jurnalisme.

Lalu bagaimana caranya?Media cetak harus mempunyai kemampuan bertransformasi untuk menangkal senjakala yang akan mengampirinya. Caranya, media cetak harus membuka diri sebagai media yang menerima masyarakat untuk ikut terlibat dalam pemberitaan meski tidak memiliki basic jurnalisma.

Bentuk transformasi itu adalah media cetak harus aktif di lini sosial media seperti facebook, Twitter, Instagram dan lalin-lain sebagai bentuk pengikatan pembacanya. Bahkan meungkin bisa menambah pembaca baru, buktikan bahwa senjakala media cetak hanya isapan jempol belaka!